Makna Anggar Kasih Tambir dan Kajeng Kliwon
Anggar Kasih Tambir merupakan hari suci yang sangat istimewa, karena pada hari itu bertepatan juga dengan hari suci Kajeng Kliwon Enyitan. Anggar Kasih Tambir dirayakan setiap 6 bulan sekali atau setiap 210 hari sekali, tepatnya pada setiap sapta wara Anggara (Selasa) dan panca wara kliwon serta wuku Tambir. Dalam kutipan dari lontar Sundarigama disebutkan ; yang lain lagi yang perlu diperhatikan ketika Anggara bertemu Kliwon disebut sebagai Anggar Kasih. Anggara Kasih atau Anggar Kasih, yang merupakan hari untuk mewujudkan cinta kasih terhadap diri kita sendiri.
Pada hari suci Anggar Kasih itu hendaknya kita merawat diri kita sendiri, dengan jalan melakukan pembersihan atau peleburan dari segala kecemaran (mala) dan bencana. Dan hal yang paling utama adalah untuk melebur segala kecemaran yang ada pada pikiran yaitu, dengan jalan melakukan perenungan suci dan juga menghaturkan persembahan berupa banten wangi - wangi, Puspa wangi, Asep astangi dan dilanjutkan dengan metirta pembersihan serta pada malam harinya melakukan renungan suci atau semadhi. Pada saat hari suci Anggar Kasih Tambir itu adalah merupakan hari dimana Sang Hyang Ludra untuk melaksanakan yoga dengan tujuan untuk memusnahkan ataupun untuk menghilangkan segala kecemaran di dunia ini.
Kajeng Kliwon juga merupakan salah satu hari suci bagi umat Hindu yang jatuhnya pada setiap15 hari sekali, hari suci Kajeng Kliwon merupakan pertemuan antara dua unsur triwara yang terakhir Kajeng dengan unsur pancawara yang terakhir Kliwon. Kajeng merupakan hari prabhawanya dari Sang Hyang Durga Dewi yang merupakan perwujudan dari Ahamkara yang merupakan manifestasi dari kekuatan Bhuta Kala dan Durga yang ada dimuka bumi. Sedangkan Kliwon merupakan hari prabawanya dari Sang Hyang Siwa sebagai kekuatan dharma yang merupakan manifestasi dari kekuatan Dewa. Dan pada saat hari suci Kajeng Kliwon diyakini oleh umat Hindu sebagai harinya Sang Hyang Siwa untuk melaksanakan yoga samadhinya untuk keselamatan dunia. Mengenai hari suci Kajeng Kliwon dalam lontar Sundarigama disebutkan ; sementara itu pada hari raya Kajeng Kliwon untuk upakaranya sama seperti hari Kliwon hanya tambahannya yaitu segehan warna
lima tanding. Untuk itu setiap umat diharapkan pada saat hari suci Kajeng Kliwon untuk melakukan penyucian diri dan bersikap untuk lebih berhati - hati dalam bertindak, karena kekuatan negatif cenderung lebih besar dari pada kekuatan yang positif, dan itu semua akan dapat mempengaruhi kehidupan dari manusia yang ada dimuka bumi ini.
Pada hari suci Kajeng Kliwon ada beberapa umat yang meyakininya bahwa, Sang Tiga Bhucari memohon restu dari Sang Durga Dewi untuk membuat bahaya, mengundang semua desti, teluh terang jana dan juga untuk menggoda orang yang tidak berbuat baik atau orang yang berbuat adharma. Dengan demikian sudah sepatutnya dan sudah menjadi suatu kewajiban kita sebagai umat Hindu untuk menghaturkan persembahan dimerajan, pura dan tempat suci lainnya
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Yadnya atau Banten yang dipersembahkan berupa ; canang sari, canang raka, puspa harum, segehan kepelan, segehan putih kuning, segehan panca warna dsb. Didepan pintu pekarangan sebelah atasnya dihaturkan sesajen pada Sang Hyang Durga Dewi berupa canang wangi, burat wangi, canang yasa dan semua itu hendaknya disesuaikan dengan tempat atau keadaan serta kemampuan dari setiap umat. Dan dengan kita menghaturkan semua persembahan itu diharapkan agar bisa untuk mewujudkan keseimbangan alam Niskala dari alam bhuta menjadi alam Dewa. Semua jenis Banten (upekara) adalah merupakan simbul diri kita, lambang kemaha - kuasaan Hyang Widhi dan sebagai lambang Bhuana Agung.(Lontar Yajna Prakrti)
Kata segehan berasal kata Sega yang berarti nasi, jika dalam bahasa Jawa disebut sego. Oleh sebab itu, banten segehan itu isinya di dominasi oleh nasi dalam berbagai bentuknya, lengkap beserta lauk pauknya. Bentuk nasinya ada yang berbentuk nasi kepelan (nasi dikepal)
wujud banten segehan berupa alas taledan (daun pisang, janur), diisi nasi, beserta lauk pauknya yang sangat sederhana seperti ; bawang merah, jahe, garam dan lain - lainnya dan dipergunakan juga api takep yang terbuat dari dua buah sabut kelapa yang dicakupkan menyilang, sehingga membentuk tanda tambah (+) atau swastika, bukan api dupa, disertai beras serta tetabuhan berupa air, tuak, arak
dan juga berem.
Makna dari Segehan
Segehan mempunyai arti suguh atau menyuguhkan dalam hal ini segehan dihaturkan kepada para Bhuta kala agar tidak mengganggu dan juga Ancangan atau Iringan dari Para Bhatara dan Bhatari, yang tak lain adalah merupakan akumulasi dari limbah atau kotoran yang dihasilkan oleh pikiran, perkataan dan juga perbuatan manusia dalam kurun waktu tertentu. Dan dengan sarana segehan itu diharapkan nantinya dapat untuk menetralisir dan dapat menghilangkan pengaruh negatip dari limbah tersebut. #Segehan juga dapat dikatakan sebagai lambang harmonisnya hubungan antara manusia dengan semua ciptaan dari Tuhan (palemahan).Segehan ini biasanya dihaturkan setiap hari atau pada saat rerahinan dan hari - hari tertentu, dan penyajiannya itu diletakkan didepan pelinggih atau dinatar Merajan, Pura, halaman rumah, didepan pintu gerbang, pertigaan, perempatan jalan dsb.
Segehan dan Caru itu juga banyak disinggung dalam lontar Kala Tattva, lontar Bhamakertih, dan
Susastra Smerti. Segehan nasi Kepel Putih merupakan segehan yang paling sederhana dan biasanya untuk dihaturkan setiap hari. Segehan panca warna itu biasanya di letakkan atau dipersembahkan di natar merajan, halaman rumah, pintu keluar masuk pekarangan (lebuh, pemedal) dipertigaan, perempatan jalan dsb. Semua unsur dari Segehan itu sejatinya memiliki suatu filosofi di dalamnya yaitu :
- Alas dari daun atau taledan kecil yang berisi tangkih disalah satu ujungnya, taledan yang berbentuk segi empat yang merupakan lambang dari arah mata angin.
- Nasi putih 2 kepal, yang melambangkan dari Rwa bhineda
- Jahe, secara ilmiah memiliki sifat panas, semangat dibutuhkan oleh manusia tapi tidak boleh emosional.
- Bawang, memiliki sifat dingin, manusia harus menggunakan kepala yang dingin dalam berbuat tetapi tidak boleh bersifat dingin terhadap masalah-masalah sosial (cuek)
- Garam, memiliki PH-0 artinya bersifat netral, garam adalah sarana yang mujarab untuk menetralisir berbagai energi yang merugikan manusia (tasik pinaka panelah sahananing ngaletehin)
- Tetabuhan Arak, Berem, Tuak, adalah sejenis alkhohol yang secara ilmiah sangat efektif dapat dipakai untuk membunuh berbagai macam kuman atau bakteri yang merugikan.
- Dalam ilmu kedokteran alkohol digunakan juga untuk mensterilkan dari alat-alat kedokteran.
- Metabuh pada saat masegeh bertujuan agar semua bakteri, Virus, kuman yang dapat merugikan yang ada disekitar tempat itu akan menjadi hilang ataupun mati ...
إرسال تعليق