Isi pokok ajaran sarasamuccaya ini adalah ajaran etika. Berbagai suruhan, larangan mengenai tingkah laku disajikan oleh kitab ini. Tentu saja semua ajaran ini berlandaskan ajaran agama Hindu, ajaran untuk mencapai kelepasan dari belenggu penderitan.
Kelahiran ini adalah tangga untuk naik ke sorga. Karena itu kelahiran ini harus diabadikan untuk meningkatkan diri dalam kebajikan supaya tidak jatuh ke neraka. Caranya adalah dengan melakukan dharma.
Dalam hal ini akan dipaparkan beberapa pokok ajaran kitab ini yang mengenai :
1) Catur Purusa Artha
2) Tri kaya
3) Tentang pergaulan
4) Hormat kepada orang lain dan orang tua
5) Ajaran tentang dasa yama dan dasa niyama.
Baik disini akan dijelaskan satu persatu mengenai pokok ajaran kitab ini yaitu :
1) Catur Purusa Artha
Walaupun kitab Sarasamuccaya tidak ada menyebut nama catur purusa artha, tetapi perincian dari catur purusa artha itu yaitu dharma, artha, kama dan moksa beberapa kali disebut dan diuraikan maknanya dalam beberapa ayat. Hal ini misalnya dapat kita baca pada sloka 1 kitab ini sebagai berikut :
Dharma carthe ca kame ca mokse ca bharatarsabha,
Yadihasti tadanyatra yannehasti na tat kvacit.
Terjemahan :
Oh engkau bentengnya keluarga Bhatara, dalam lapangan dharma, artha, kama dan moksa,
sebagaimana tertulis disini terdapat juga ditempat lain, dan apa yang tidak tercantum disini tidak
akan dijumpai ditempat lain.
Catur purusa artha artinya empat tujuan hidup manusia. Memang hidup di dunia ini adalah untuk memenuhi kebutuhan kama yaitu keinginan, hawa nafsu yang mendorong orang untuk berbuat sesuatu, yang mendorong orang bergairah dan bergirang dalam hidup ini. Objek daripada kama ini adalah artha yaitu benda-benda duniawi yang dapat memuaskan kama sehingga menjadi orang nikmat merasakan hidup ini. Tetapi dalam memenuhi tuntutan kama pada artha akan dapat membawa orang pada jurang kesengsaraan apabila tidak atas dasar dharma yaitu kebajikan, kebenaran, peraturan-peraturan yang mendukung orang untuk mendapatkan kebahagiaan. Maka itu dharmalah yang harus menjadi pengendali dalam memenuhi tuntutan kama atas artha. Sloka 12
kitab Sarasamuccaya mengingatkan kita akan hal ini sebagai berikut :
Kamarthau lipsamanastu dharmamevaditasearet,
Na hi dharmadapetyarthah kamo vapi kadacana.
Yan paramarthanya, yan artha kama sadhyan, dharma juga lekasakena rumuhuh, niyata
katemwanging artha kama menetan paramartha wi katemwa ning artha kama dening anasar
sakeng dharma.
Terjemahan :
Pada hakekatnya, jika artha dan kama dituntut, maka seharusnya dharma hendaknya dilakukan
lebih dulu. Tak dapat disangsikan lagi, pasti akan diperoleh artha dan kama ini nanti. Tidak aka
nada artinya, jika artha dan kama itu diperoleh menyimpang dari dharma.
Dengan uraian di atas ini, maka dharma mempunyai kedudukan yang paling penting dalam catur purusa artha, karena dharmalah yang mengantar orang mendapatkan kebahagiaan dalam menuruti kama menikmati artha di dunia ini. Karena itulah dharma amat dipuji-puji dalam kitab ini, dan orang terus menerus dihimbau untuk menjadikan dharma pedoman hidupnya. Hal ini dinyatakan dalam sloka-sloka berikut :
Dharma eva plavo nanyah svargam samabhivanchatam,
Sa ca naurpwanijastatam jaladheh paramicchatah.
Ikang dharma ngaranya, henu ning mara ring swarga ika, kadi gati ning parahu, an henu ning
banyaga nentas ing tasik. (S.S.14)
Terjemahan :
Yang disebut dharma adalah merupakan jalan untuk pergi ke sorga, sebagai halnya perahu yang
merupakan alat bagi saudagar untuk mengarungi lautan.
Yathadityah samudyan vai tamah sarvam vyapohati,
Evam kalyanamatistam sarvapapam vyapohati.
Kadi karma sang hyang aditya, an wijil, humilangaken peteng ning rat, mangkana tikang wwang
mulahakening dharma, an hilangakensalwir ing papa. (S.S.16)
Terjemahan :
Seperti halnya matahari yang terbit melenyapkan dunia, demikianlah orang yang melakukan dharma, memusnahkan segala macam dosa.
Tentu saja orang-orang yang melanggar dharma, yang tidak mau menjadikan dharma jalan hidupnya akan tidak mendapatkan kebahagiaan tetapi kesedihanlah yang akan dialaminya. Orang yang demikian itu adalah orang yang jatuh dalam adharma prawrtti. Demikian penjelasan ayat 47 dari kitab Sarasamuccaya.
2) Trikaya
Segala apa saja yang dilakukan orang dapat berlangsung melalui trikaya, tiga anggota badan yaitu : Kaya, Wak dan manah. Kaya ialah anggota badan, seperti tangan, kaki, punggung, mulut dan sebagainya. Sedangkan wak ialah kata-kata, dan manah adalah pikiran. Dengan tiga alat inilah manusia dapat berbuat sesuatu, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain, dan lingkungannya. Sebutan trikaya itu dalam kitab Sarasamuccaya kita dapati dalam ayat 157 sebagai berikut :
Adrohah sarvabhutesu, Kayena manasa gira, Anugrahasca danam ca, Silametadvidurbudhah.
Ikang kapatyaning sarwabhawa, haywa jugenulahaken, makasadhanang trikaya, nang kaya, wak
manah, kunang prihen ya ring trikaya anugraha lawan dana juga, apan ya ika sila ngaranya, ling
sang pandita.
Terjemahan :
Yang membuat matinya segala makhluk hidup, sekali-kali jangan hendaknya dilakukan denganmenggunakan trikaya, yaitu perbuatan dan pikiran. Adapun yang harus diikhtiarkan dengan trikaya, hanyalah pemberian dan sedekah saja, sebab itulah yang disebut sila, kata orang arif. Tiga anggota badan itu dapat digunakan untuk tujuan-tujuan yang buruk dan dapat pula digunakan untuk tujuan-tujuan yang baik. Bila orang dapat menggunakan untuk tujuan-tujuan yang baik, maka trikaya itu akan disebut trikaya parisud artinya tiga anggota badan yang telah disucikan meliputi :
(1) Kayika Parisudha
Kayika parisudha dapat kita rumuskan sebagai segala prilaku yang berhubungan dengan badan yang telah disucikan. Dengan berbuat berarti kita telah membuat suatu karma yang akan mementukan hidup kita pada masa-masa yang akan datang. Karena kita mengharapkan hidup yang lebih baik pada hari yang akan datang, maka sekaranglah waktunya kita menanamkan karma yang baik dengan menghindari perbuatan-perbuatan yang buruk. Dalam hubungan ini kitab Sarasamuccaya, ayat 76 menyebutkan demikian :
Pranatipatam stainyam ca,
Paradaranathapi va,
Trini papani kayena,
Sarvatah parivarjavet.
Nihan yang tan ulahakena, syamati mati, mangahal ahal, siparadara, nahan tang telu tan
ulahakena ring asing ring parihasa, ring apatkala, ring pangipyan tuwi singgahana juga.
(S.S.76)
Terjemahan :
Inilah yang tidak patut dilakukan :
- Membunuh
- Mencuri
- Berbuat zina
Ketiganya janganlah hendaknya dilakukan terhadap siapapun baik secara berolok-olok, dalam keadaan dirundung malang, dalam hayalan sekalipun, hendaknya dihindari semua itu.
(2) Wacika Parisudha
Berkata yang benar dan baik disebut orang wacika parisudha. Kata-kata dapat mendatangkan untuk diri sendiri atau menarik simpati orang lain. Ia dapat merupakan tirtha amrta yang sejuk nyaman, yang menghibur dan menghidupkan orang. Tetapi ia juga menjadi racun yang menghancurkan, merusak jiwa dan raga manusia.
Vaksayaka vadanannispatanti yairahatah socati ratrayhani, parasya va marmasute patanti
tasmaddhiro navasrjet paresu.
Ikang ujar ahala tan pahilawan hru, songkabnya sakatempuhan denya juga alara, resep ri hati,
tatan keneng pangan turu ring rahina wengi ikang wwang denya, matangnyat tan inujaraken ika
de sang dhira purusa, sang ahning maneb manahnira. (S.S.20)
Terjemahan :
Perkataan yang mengandung maksud jahat tiada beda dengan anak panah yang dilepaskan. Setiap yang ditempuhnya merasa sakit. Perkataan itu meresap ke dalam hati, sehingga menyebabkan orang tidak bisa makan dan tidur pada siang dan malam hari. Oleh sebab itu perkataan yang demikian tidak diucapkan oleh orang budiman dan wira perkasa, pun pula oleh orang yang suci bersih hatinya. Dalam kitab Sarasamuccaya ayat 75 menyebutkan empat hal yang tidak dilakukan dengan kata-kata. Empat hal itu sebagai berikut :
Asatpralapam parusyam
Paisunyamanrtam tahta,
Catvari vaca rajendra,
Na jalpennanucintayet.
Nyang tanpa prawrttyaning wak, pat kwehnya, pratyekanya ujar ahala, ujar apregas ujar pisuna,
ujar mithya, nahan tangpat sinanggahananing wak, tan ujarakena, tan angen-angenan kojaranya.
(S.S.75)
Terjemahan :
Inilah yang tidak patut timbul dari kata-kata, empat banyaknya yaitu :
- Perkataan jahat
- Perkataan kasar
- Perkataan memfitnah
- Perkataan bohong
Inilah keempatnya harus disingkirkan dari perkataan jangan diucapkan jangan dipikir-pikir akan diucapkannya.
(3) Manacika Parisudha
Pikiran mendapat perhatian besar dalam ajaran yoga, karena pikiranlah sumber dari segala apa yang dilakukan orang, sumber segala apa yang dikatakan orang. Bila pikiran menyuruh anggota badan diam, maka anggota badanpun diam, bila pikiran menyuruh mulut tak berkata maka mulutpun diam. Pikiranlah yang menentukan segala perbuatan orang. Hal ini dinyatakan dalam kitab Sarasamuccaya ayat 82 sebagai berikut :
Sarvam pasyati caksusman
Manoyuktena caksusa,
Manasi vyakule jate
Pasyannapi na pasyati.
Lawan tattwa niking manah, nyang mata wuwusanta, nag mulat ring sarwa wastu, manah juga
sahaya ning mata nikan wulat, kunang yan wayakula manahny, tan ilu sumahayang mata, mulata
towi nikang wastu, tan katon juga ya de nika, apan manah ikang wawarengo ngaranya hinganyan
pradhanang manah kalinganika.
Terjemahan :
Dan lagi sifat pikiran itu, bahwa mata dikatakan dapat melihat berbagai barang, tiada lain hanya pikiran yang menyertai mata itu memandang. Maka jika pikiran bingung atau kacau, tidak turut menyertai mata sungguhpun memandang pada suatu barang, tidak terlihat barang itu olehnya, sebab pikiran itulah sebenarnya yang mengetahui. Sebab itu sesungguhnya pikiranlah yang memegang peranan utama. Dalam kitab-kitab agama Hindu banyak sekali terdapat ajaran-ajaran yang membimbing pikiran menjadi baik dan suci. Demikian pula halnya dalam kitab Sarasamuccaya kita dapati banyak ajaran yang demikian. Khusus dalam uraian trikaya yang meliputi dasakarma pathascaret yaitu sepuluh jalan yang patut dikerjakan, menyebutkan tiga hal yang harus dipegang teguh dalam pikiran. Tiga hal itu seperti berikut :
Anabhidyam parasvesu
Sarvasatvesu carusam,
Karmanam phalamastiti
Trividham manasa caret.
Prawrttyaning manah rumuhun ajarakena, telu kwehnya, pratyekanya, si tan engine adenghya ri
drbyaning len, si tan krodha ring sarwa sattwa, si mamituhwa ri hana ning karmaphala, nahan
tang tiga ulahaning manah, kahrtaning indriya ika. (S.S.74)
Terjemahan :
Prilaku pikiran terlebih dahulu akan dibicarakan tiga banyaknya, perinciannya ialah :
- Tidak ingin, tidak iri akan milik orang lain.
- Kasih saying terhadap semua makhluk .
- Percaya akan adanya karmaphala
Itulah tiga prilakunya pikiran yang merupakan pengendalian pikiran.
3) Hidup saling bantu membantu dan menghormati
Sebagaimana sudah kita maklumi manusia tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu hidup bersama orang lain, karena satu dengan yang lainnya saling bergantungan. Sebenarnya setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan dari yang lain, baik berupa harta benda ataupun kemampuan. Karena itu bagi yang lebih harus bersedia menerima atau mendermakan kelebihannya kepada yang kurang dan yang kurang harus bersedia menerima dari yang lebih. Demikian kitab Sarasamuccaya mengajarkan kita supaya bersedia berdana karena sesungguhnya apa yang kita miliki adalah juga untuk menbantu orang lain. Hal ini kita baca dalam kitab Sarasamuccaya ayat 178 berikut ini :
Djanena kin janna dadati nasnute balena kin yena ripun na badhate, srutena kin yena na, dharma
macaret kimatnayo na jitendriyo vasi.
Ndta kari doning dhana, yang tan danakkena, tan tan bhutin, mangkanang kasaktin, tan padan ika
yan tan sadhana ning mangalahanang musuh, mangkanang aji, tan padon ika, yan tan suluha ring
dharmasadhana, mangkanang buddhi kaprajnana tan padon ika yan tan pangalahakenendriya,
tan pangawasakenang rajah tamah.
Terjemahan :
Apa gerangan gunanya kekayaan bila tidak untuk disedekahkan dan untuk dinikmati. Demikian pula kesaktian, tidak ada gunanya jika bukan alat untuk mengalahkan musuh. Demikian pula ajaran suci tidak ada gunanya bila tidak untuk suluh dalam pelaksanaan dharma. Demikian pula budi yang arif bijaksana tidak ada gunanya bila tidak untuk menaklukkan hawa nafsu, agar tidak dikuasai rajah tamas.
Demikianlah kitab Sarasamuccaya mengajarkan bahwa yang patut diberi dana adalah orang-orang yang berikut :
Caritraniyata rajan
Ye krsah krsavrttayah,
Arthinascopacchanti
Tesudattam maha phalam.
Lwirning yukti ikang wehana dana wwang suddhacara, wwang daridra, tan panemu ahara,
wwang mara angegong harep kuneng, ikang dana ring wwang mangkana agong phalanika. (S.S,187)
Terjemahan :
Orang yang diberikan dana, ialah orang yang berkelakuan baik, orang miskin, yang tidak memperoleh makanan, orang-orang yang benar mengharapkan bantuan, pemberian dana kepada orang yang demikian besar pahalanya.
Jadi dengan demikian hidup ini harus bantu membantu karena setiap orang mempunyai kelemahan-kelemahan sendiri yang harus dibantu oleh orang lain. Apalagi kalau kita renungkan bahwa sebagian besar kebutuhan hidup ini kita dapati dari orang lain, seperti perabot rumah tangga, barang-barang dari besi, makan, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Dalam hidup bersama ini orang tidak dibenarkan mementingkan diri sendiri dengan menginjak-injak, menindas yang lain. Dalam hubungan ini kitab Sarasamuccaya ayat 63 menasehatkan demikian :
Arjavam canrsamsyam ca
Damascendriyanigrahah,
Esa sadharano dharmas
Caturpvarnye ‘bravinmanuh.
Nyang ulah pasadharanan sang caturwarna, arjawa, si duga-duga bener, ansangsya, tan
nrsangsya, nrsangsya ngaraning atmasukhapara, tan aimbhawa ri lara ring len, yawat mamuhara
sukha ryawaknya, yatika nrsangsya ngaranya, gati ning tan mangkana, anrsangsya ngaranika,
dama, tumangguhana awaknya, indriyagraha, humrta indriya, nahan tang prawrtti pat
pasadharanan sang catur warna ling bhatara Manu.
Terjemahan :
Inilah prilaku keempat golongan yang patut dilaksanakan :
- Arjawa yaitu jujur dan terus terang.
- Anrsangsya artinya tidak nrsangsya.
Nrsangsya artinya mementingkan diri sendiri, tidak menghiraukan kesusahan orang lain, hanya mementingkan bagi dirinya. Itulah disebut nrsangsya. Tidak laku yang demikian, anrsangsya namanya.
- Dama artinya dapat menasehati diri sendiri.
- Indriyanigraha artinya mengekang hawa nafsu.
Keempat prilaku itulah yang harus dibinasahkan oleh sang catur warna. Demikianlah sabda bhatara Manu.
Dengan anrsangsya itu berarti pula kita harus hormat menghormati satu sama lain karena setiap orang mempunyai harga diri yang harus dihormati. Diantara yang dihormati dalam pergaulan hidup bersama para guru dan ibu bapa mendapat penghormatan yang istimewa. Menurut kitab Sarasamuccaya ayat 242 bapak adalah :
- Sarirakrt yaitu yang mengadakan tubuh.
- Pranadata yaitu yang memberikan hidup.
- Annadata yaitu yang memberi makan.
Sedangkan ibu adalah sumber kasih sayang yang tiada taranya. Tidak ada kasih sayang yang melebihi kasih ibu. Dari ibulah mengalir kasih pertama meresapi tubuh kita. Pengertian yang demikian dinyatakan oleh ayat 244 kitab Sarasamuccaya. Maka itu hanya baktilah balasan kita kepada mereka itu bukan khianat, karena barang siapa berkhianat kepada mereka akan memikul dosa yang luar biasa. Kitab Sarasamuccaya ayat 234 mengatakan demikian :
Upadhyayam pitaram
Mataram ca ye’ bhidruhyanti manasa karmana va,
Tesam papam bhrunahatyavisistam nanyastasmat papa krccastiloke.
Hana pwa drohaka ring pangajyanya, ring bapebu kunang, maka karanang kaya, wak, manah,
ikang mangkana kramanya, agong papanika, lwih sakeng papa ning bhrunaha ngaraning
rurugarbha, sangksepanya atyanta papanika.
Terjamahan :
Jika ada orang yang berkhianat kepada guru, terhadap ibu dan bapa, dengan jalan perbuatan, perkataan dan pikiran, orang yang demikian perilakunya amat besarlah dosanya, lebih besar daripada dosa bhrunaha, bhrunaha artinya menggugurkan kandungan. Pendeknya, amat besarlah dosanya.
4) Dasa Yama Niyama Brata dan Rwa Wlas Brata Ning Brahmana
Bila dalam astangga yoga terdapat ajaran panca Yama niyama, maka dalam kitab Sarasamuccaya terdapatlah ajaran dasa yama niyama brata. Ajaran ini adalah ajaran etika yang amat luhur. Adapun dasa yama brata perinciannya seperti dibawah ini :
Anrsangsya ksama satyamahimsa dama arjavam,
Pritih prasado madhuryam mardavam ca yama dasa.
Nyang brata ikang inaranan yama, pratyekanya nihan, sapuluh, kwehnya, anrsangsya, ksama,
satya, ahingsa, dama, arjawa, priti, prasada, madhurya, mardawa, nahan pratyekanya sapuluh,
anrsangsya, si harimbawa, tan swartha kewala, ksama si kelan panastis, satya, si tan mrsawada,
ahigsa, manuke sarwa, bhawa, dama, si upasama wruh mituturi manahnya, arjawa, si duga-duga
bener, priti, si gong karuna, prasada heningning manah, madhurya, manisning wulat lawan
wuwus, mardawa, pos ning manah. (S.S.259)
Terjemahan :
Inilah brata yang disebut yama, perinciannya demikian :
- Anrsangsya yaitu harimbawa, tidak mementingkan diri sendiri saja.
- Ksama yaitu tahan akan panas dan dingin.
- Satya yaitu tidak berdusta.
- Ahingsa yaitu membahagiakan semua makhluk.
- Dama yaitu sabar, dapat menasehati dirinya sendiri.
- Arjawa, tulus hati, berterus terang.
- Priti, sangat welas asih.
- Prasada, jernih hatinya.
- Madhurya, manisnya pandangan dan manisnya perkataan.
- Mardawa, lembut hatinya.
Demikian perincian dasa yama brata. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai dasa niyama brata yang ajarannya lebih banyak ajaran adhyatmika, ajaran yang mengarah kepada diri sendiri. Adapun perinciannya sebagai berikut :
Danamijya tapo dhyanam svadhyayopasthanigrahah vratopavasamaunam ca snanam ca niyama
dasa. Nyang brata sapuluh kwehnya, ikang niyama ngaranya, pratyekanya, dana, ijya, tapa,
dhyana, swadhyaya, upasthanigraha, brata, upawasa, mauna, snana, nahan ta awak ning niyama,
dana weweh, annadanadi, ijya, dewapuja, pitrapujadi, tapa, kayasangsosana, kasatan ikang
sarira, bhusarya, jalatyagadi, dhyana, ikang siwasmarana, swadhyaya, wedabhyasa,
upasthanigraha, kahrta ning upastha, brata, annawarjadi, mauna, wacangyama, kahrtaning ujar,
haywakecek kuneng, snana, trisangdhyasewana, madhyusa ring kala ning sandhya. (S.S.260)
Terjemahan :
Inilah brata sepuluh banyaknya yang disebut niyama perinciaannya :
- Dana yaitu pemberian, pemberian makanan, minuman dan lain-lainnya.
- Ijya yaitu pujaan kepada Dewa, kepada leluhur dan lain-lainnya, pujaan sejenis itu.
- Tapa yaitu pengekangan nafsu jasmaniah, seluruh badan kering berbaring di atas tanah,
pantang air dan sebagainya.
- Dhyana yaitu terfokus merenungkan Bhatara Siwa.
- Swadhyaya yaitu mempelajari Weda.
- Upasthanigraha yaitu pengekangan upastha, pengekangan nafsu kelamin.
- Brata yaitu pengekangan nafsu terhadap makanan dan minuman.
- Mona yaitu wacang yama artinya menahan, tidak mengucapkan kata-kata yaitu tidak berkata
sama sekali, tidak bersuara.
- Snana yaitu trisandhya sewana mengikuti trisandhya, mandi membersihkan diri pada waktu
pagi, tengah hari dan petang hari.
Demikian perincian dasa niyama brata. Dalam uraian-uraiannya satu persatu upawasa tidak disebut, tetapi maksudnya telah dicakup dalam uraian brata walaupun tidak tepat sekali. Sebenarnya upawasa berarti puasa yaitu tidak makan pada waktu tertentu, untuk kesucian rohani. Sejajar dengan ajaran yama niyama brata ini adalah ajaran tentang rwa wlas brata sang Brahmana. Bahkan beberapa perinciannya ada yang sama dengan perincian yama niyama tersebut. Tentu saja yang dapat melaksanakan brata ini dapat disebut berpribadi brahmana, karena prilaku itulah yang menentukan nilai pribadi seseorang. Untuk adanya gambaran yang lebih jelas kami sajikan kutipan berikut ini :
Dharmasca satyam ca tapo damasca vimatsaritvam hristitiksanasuya,
Yajnasca danam ca dhrtih ksama ca mahavratani dvadasavai brahmanasya.
Nyang brata sang brahmana, rwa welas kwehnya, pratyekanya, dharma, satya, tapa, dama
wimatsaritwa, hrih titiksa anasuya, yajna, dana, dhrti, ksama nahan pratyekanyan rwa welas,
dharma, satya pagwanya, tapa ngaranya sarira sangsona, kapanasaning sarira, piharan,
kurangana wisaya, dama ngaranya upasama de ning tuturnya, wimatsaritwa ngaranya haywa
irsya, hrih ngaran ing irang, wruha ring irang wih, titiksa, ngaraning haywa gong krodha,
anasuya ngaraning haywa dosagrahi yajna magelem amuja, dana maweha danapunya, dhrti
ngaraning maneb, ahning, ksama ngaraning kelan, nahan sang brahmana. (S.S.57)
Terjemahan :
Inilah brata sang brahmana, dua belas banyaknya perinciaannya :
- Dharma, dari satya lah sumbernya.
- Tapa artinya sarira sangsona yaitu dapat mengendalikan jasmani dan mengurangi nafsu.
- Dama yaitu tenang dan sabar, tahu menasehati dirinya sendiri.
- Wimatsaritwa artinya tidak dengki iri hati.
- Hrih berarti malu, mempunyai rasa malu.
- Titiksa berarti jangan sangat gusar.
- Anasuya berarti tidak berbuat dosa.
- Yajna artinya mempunyai kemauan mengadakan pujian.
- Dana adalah memberikan sedekah.
- Dhrti adalah penenangan dan pensucian pikiran.
- Ksama artinya tahan uji.
Demikian brata sang Brahmana
إرسال تعليق