Kata Sad Ripu berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari kata Sad berarti enam, dan Ripu berarti musuh. Dengan demikian Sad Ripu adalah enam musuh yang ada dalam diri setiap orang, semua itu perlu dikendalikan. Musuh-musuh yang ada dalam diri kita jauh lebih berbahaya dari musuh-musuh yang datang dari luar. Sesungguhnya jauh lebih berarti kalau kita mengetahui musuh-musuh yang ada dalam hati sendiri dari pada mengetahui dan menaklukkan musuh-musuh yang datangnya dari luar diri kita. Jauh lebih sukar menaklukkan musuh-musuh di dalam diri sendiri, (Sumarni dan Raharjo, 2015:37).
Akibat dan Upaya Mengendalikan Diri dari Perilaku Sad Ripu
Akibat Perilaku yang dipengaruhi Sad Ripu
1. Akibat Perilaku yang dipengaruhi Kama
Kama artinya keinginan, nafsu, hasrat, kepuasan dan kesenangan. Setiap orang memiliki keinginan (kama) dalam dirinya. Keinginan atau kama itu hendaknya dipergunakan sebaik-baiknya. Jika keinginan itu terus dituruti sampai melampau batas, menyebabkan seseorang lupa akan dirinya. Maka akibatnya ia akan menjadi orang yang sombong, congkak, angkuh, egois dan tidak ingat lagi kepada Tuhan. Dia merasa bahwa hidup ini untuk mengejar kesenangan. Ia menghalalkan segala cara untuk memenuhi kesenangannya itu, tanpa memperhatikan ajaran kebenaran. Seseorang yang berperilaku demikian sengsara hidupnya. Dalam kitab Slokantara disebutkan sebagai berikut : “Tidak menyakiti, menguasai hawa nafsu, tidak mencuri, lima macam keharusan ini diajukan oleh Bhatara Rudra” (Slokantara,59:hal.15 )
2. Akibat Perilaku yang dipengaruhi Lobha
Lobha artinya tamak. Sesungguhnya setiap orang memiliki sifat tamak. Sifat tamak perlu dikendalikan agar tidak menimbulkan penderitaan bagi dirinya, (Sumarni dan Raharjo, 2015:45).
Dalam kitab Sarasamuscaya disebutkan sebagai berikut :
"Yawat metung kalobhan, niyata tan santosanikang wwang, tan santosa owa ya ta, niyata ta ya amngguh lara prihati, lawan mangkin wrddhi pangawecanikang indriya dening kalobhan, mangaweca pwang indriya, hilang tang kaprajnan, mwang salwirning aji pangangawruh nikang wwang, kadi kramaning aji tan sinwadhyaya," (Sarasamuscaya, 461)
Terjemahan:
"Semakin besar keluarnya kelobaan itu, pasti semakin besar ketidak puasan orang itu, jika orang tidak puas, tak dapat tiada ia mengalami kesedihan dan kedukaan yang semakin hebat pengaruh indria itu oleh kelobaan, jika indria itu mengacaukan pikiran, maka lenyaplah kebjaksanaan dan segala ilmu pengetahuan orang itu, sebagai halnya ilmu pengetahuan yang tidak diamalkan,"(Kajeng 1997:360)
Sifat tamak atau lobha itu membuat orang benci kepada kita, maka itu hindarilah ia, dan menjadilah orang darmawan, pengasih dan penyayang.
3. Akibat Perilaku yang dipengaruhi Krodha
Krodha artinya kemarahan. Sifat marah dimiliki oleh semua orang, oleh karena itu perlu dikendalikan. Kemarahan menyebabkan kita berkelahi, bertengkar, meyebabkan kita membunuh dan berbuat kejam kepada orang lain dan makhluk lainnya. Kemarahan juga menyebabkan pikiran kita bingung, sehingga sulit membedakan mana yang baik, mana yang buruk, dan akhirnya mengakibatkan penderitaan. Dalam kitab suci Sarasamuscaya disebutkan :
"Lawan lwierning kakawaca dening krodha, tan wruh juga ya ri salah kenaning ujar, tatan wruh ya ring ulah larangan, lawan adharma, wenang uumajaraken ikang tan yukti wuwusakena," (Sarasamuscaya ,106), (Sumarni dan Raharjo, 2015:46).
Terjemahan:
"Selain dari pada itu, orang yang dikuasai oleh nafsu amarah, tidaklah dia mengetahui salah benarnya perkataan, tidak mengetahui tentang perbuatan terlarang dan yang bertentangan dengan dharma, sanggup mengatakan kata-kata yang tidak benar untuk dikatakan." (Kajeng, 1997:92)
Dalam Kitab Slokantara juga disebutkan sebagai berikut :
Diantara burung-burung yang candala, tidak ada melebihi burung gagak, diantara binatang berkaki empat, tidak ada yang melebihi candalanya dari keledai liar. Diantara manusia yang candala tidak ada yang menandingi orang pemarah. Tetapi semua candala-candala ini dikalahkan oleh orang jahat. Ia adalah candala yang paling rendah, karena keinginannya hanya ingin menghancurkan sesama manusia dan perikemanusiaan.” (Slokantara 66;hal. 44).
4. Akibat Perilaku yang dipengaruhi Moha
Moha artinya kebingungan. Kebingungan menyebabkan pikiran seseorang menjadi kacau dan gelap, sehingga seseorang tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Sesorang yang pikirannya kebingungan, maka dia akan cenderung berbuat negatif, dia tidak akan segan membunuh orang lain bahkan membunuh dirinya sendiri. Penyebab kebingungan itu banyak ditimpa kesusahan yang berat, kehilangan sesuatu yang dicintai, ada sesuatu yang menekan perasan, atau karena tidak dapat memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. Kebingungan juga disebabkan oleh kemarahan. Maka hindarilah diri dari kebingungan, hendaknya seseorang mengendalikan pikirannya kearah yang positif. Dalam kitab Bhagawadgita menyebutkan:
“krodhād bhavati saṁmohah,
saṁmohat smrtivibhramah,
smṛtibharaṁśad buddhināso,
buddhināśāt pranaśyati” (Bhagawadgita, II, 63), (Sumarni dan Raharjo, 2015:47).
Terjemahan:
"Dari kemarahan muncullah di dalam diri sendiri, dari kebingungan lalu kehilangan ingatan, dari kehilangan ingatan muncul kehancuran dari kebijaksanaan, dan dari kehancuran kebijaksanaan, ia akan hancur sendiri," (I.B Mantra 1992; 36).
5. Akibat Perilaku yang dipengaruhi Mada
Mada artinya mabuk. Penyebab mabuk itu banyak. Mabuk bisa disebabkan oleh minuman keras, oleh kepandaian, oleh kekayaan, kecantikan, semua itu menyebabkan orang menjadi lupa diri. Seseorang yang mabuk pikirannya menjadi gelap, dan cenderung berbuat yang bersifat negatif, yang mengakibatkan penderitaan bagi dirinya secara lahir dan batin. Oleh karena itu patut dihindari dengan cara selalu mengikuti petunjuk-petunjuk agama. Dalam kitab Sarasamuscaya disebutkan :
“Tuwi pwa yan pamangun mada, apan tiga prasiddhaning amangun mada, ikang amuhara wulangun ring apunggung, pratyekanya, stri, annapanadi bhoga, aicwarya, nahan tang amangun, hana pwa jenek irika, ya tika aturu tan wring rat ngaranya” (Sarasamuscaya, 468)
Terjemahan:
“Sesungguhnya itu membuat kebingungan, sebab ketiga itu yang sesungguhnya membuat pikiran bingung, yang mengakibatkan kebingungan meskipun kepada orang yang bodoh, masing-masingnya yaitu, makanan, dan minuman yang lezat, kekuasaan, itulah yang menimbulkan mabuknya pikiran, jika ada orang yang suka dan terikat hatinya pada ke tiga itu, orang yang demikian disebut tidur nyenyak, tak sadar akan diri,” (Kajeng, 1997:366)
6. Akibat Perilaku yang dipengaruhi Matsarya
Matsarya, artinya suka membenci, iri hati. Sikap iri hati dan membenci pada diri seseorang disebabkan oleh pandangan yang dangkal dan sempit. Sifat iri hati dan membenci mengakibatkan diri sengsara dan menderita dalam hidup ini, (Sumarni dan Raharjo, 2015:48).
Kelebihan yang ada pada yang lain, janganlah dipandang sebagai sesuatu yang negatif bagi diri kita, tetapi pandanglah sebagai sesuatu yang membahagiakan semua orang. Dalam kitab Sarasamuscaya disebutkan :
"Ikang wwwang irsya ri padanya janma tumon masnya, rupanya, wiryanya, kasujanmanya,, sukhanya, kasubhaganya, kalemanya, ya ta amuhara irsya iriya, ikang wwang mangkana kramanya, yatika prasiddhaning sangsara ngaranya, karaket laranya tan patamban” (Sarasamuscaya, 91)
Terjemahan:
"Orang yang iri hati kepada sesama manusia, melihat emasnya, melihat wajahnya, melihat kelahiran yang utama, kesenangannya, keberuntungannya, dan keadaan yang terpuji, bila itu yang menyebabkan timbulnya iri hati, orang yang demikian itu sifatnya, sesungguhnya orang itu menderita namanya, terikat oleh derita yang tidak terobati," (Kajeng, 1997:79), (Sumarni dan Raharjo, 2015:49).
Upaya Mengendalikan Diri dari Perilaku Sad Ripu
Sebagaimana kita ketahui Sad Ripu adalah musuh-musuh yang ada dalam hati kita yang jauh lebih berbahaya dan sangat sulit untuk dikendalikan, dari pada musuh-musuh dari luar. Musuh-musuh itu harus dikendalikan, agar tidak mengakibatkan kesengsaraan dalam hidup kita. Adapun cara mengendalikan musuh-musuh itu adalah: pikiran dikendalikan kearah yang positif, laksanakan ajaran agama dengan baik dalam kehidupan kita, gunakanlah petunjuk kitab sastra sebagai pedoman dalam berbuat. Dengan pikiran yang baik dan positif, akan menimbulkan perkataan yang baik dan perbuatan yang baik. Satunya pikiran, perkataan dan perbuatan yang baik dan suci ini dijadikan sebagai dasar dari perilaku kita, maka musuh-musuh tersebut akan dapat kita kendalikan. Renungkanlah terjemahan seloka-seloka di bawah ini :
"yah śāstravidhim utsṛjya,
vartate kāmakāratah,
na sa siddhim avāpnoti,
na sukham na parāṁ gatim,” (Bhagawadgita XVI, 23)
Terjemahan:
“Akan tetapi ia yang menyampingkan hukum-hukum sastra dan berbuat seolah-olah didorong oleh keiginannya, ia tidak mendapatkan kesempurnaan maupun kebahagiaan atau tujuan yang tertinggi.” (I.B Mantra, 1992:225)
“Tasmāc chastram pramānaṁ te,
kāryākāryavyavasthintau,
jῆātvā śāstravidhānoktaṁ,
karma katum ihā ‘rhasi, ”
(Bhagawadgita XVI, 24), (Sumarni dan Raharjo, 2015:53).
Terjemahan:
“Oleh karena itu pakailah sastra ini, sebagai pegangan hidup untuk menentukan apa yag harus diperbuat dan apa yang harus tidak diperbuat. Dengan mengetahui apa yang dikatakan oleh petunjuk-petunjuk sastra, engkau harus melakukan pekerjaan di dunia ini.” (I.B Mantra, 1992:225), (Sumarni dan Raharjo, 2015:54).
Referensi:
Sumarni, Ni Wayan dan Raharjo, Sukirno Hadi. 2015. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas VI. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
إرسال تعليق