RAINAN KUNINGAN

PERAYAAN RAINAN KUNINGAN, KENAPA HARUS SELESAI SEBELUM PUKUL 12 SIANG ?


Hari raya kuningan merupakan hari raya umat Hindu yang dilaksankan setiap 6 bulan sekali (210 hari) sesuai dengan penanggalan saka, yang jatuh pada Saniscara Keliwon Wuku Kuningan, lebih tepatnya 10 hari setelah perayaan Galungan yang jatuh pada Budha Keliwon Wuku Dungulan.

Perayaan Kuningan menjadi sebuah momentum untuk melakukan pemujaan kepada para leluhur memohon keselamtan dan kesejahteraan dalam kehidupan serta tuntunan dari Ida Sang Hyang Widhi, sesuai dengan apa yang termuat dalam lontar Sundarigama  yang dijadikan sebagai tuntunan umat Hindu dalam melaksanakan hari raya keagamaan khususnya Hindu di Bali.

Pelaksanaan upacara maupun persembahyangan hanya dilakukan setengah hari saja yaitu sampai pukul 12 siang sudah selesai, hal ini diyakini bahwa pada tengah hari para Dewata dan Dewa Pitara (leluhur) akan kembali kealamnya masing -masing setelah turun ke bumi, namun apabila ada yang melaksanakan persembahyangan  Kuningan pada sore ataupun malam itu sah-sah saja. hal ini dikarenakan pelaksanaan hari keagamaan khusunya di Bali tetap disesuaikan dengan desa (tempat), Kala (waktu) dan Patra (hakikat/keyakinan)

Simbol dan Makna Sarana Upakara Hari Raya Kuningan.


Nasi Kuning menjadi salah satu sarana wajib dalam hari raya kuningan yang merupakan lambang kemakmuran dan kesejahteraan yang dihaturkan sebagai wujud tanda terimakasih, rasa syukur kita sebagai umat manusia yang beragama atas segala anugrah  yangditerima dari Ida Sang Hyang Widhi berupa bahan-bahan sandang dan pangan yang senatiasa dilimpahkan kepada umatnya. Nasi kuning digunakan sebagai sesaji yan ditempatkan pada Sulanggi atau tebog yang dihaturkan kepada para Dewata mapun Pitara (leluhur) 

Tamiang bentuknya bulat seperti perisai yang terbuat dari bahan daun kelapa muda atau janur yang dirajut menyerupai perisai dengan berbagai hiasan warna. Tamiang merupakan simbol perlindungan diri karena berbentuk perisai, bentuknya yang bulat dipahami sebagai lambang Dewata Nawa Sanga atau para Dewa penguasa sembilan arah mata angin. tamiyang dapat juga diartikan sebagai roda alam atau cakraning manggilingan sebagai roda kehidupan yang selalu berputar.

Ter merupakan sarana upakara yang terbuat dari janur yang dirajut menyerupai anak panah, ter merupakan simbul senjata perang, dalam kehidupan ini pikiran adalah senjata yang sangat penting, kecerdasan pemikiran dan ketenangan manusia yang akan mampu membawa manusia menjadi pribadi yang lebih baik.

Endongan bentuknya seperti sebuah tas atau kompek yang terbuat dari janur didalamnya diisi dengan pala wija sebagai simbol perbekalan, bekal yang dimaksud bisa berarti bekal untuk para leluhur ataupun manusia itu sendiri dalam mengarungi kehidupan. 

Baca juga ; Hari Raya Galungan dan Kuningan >>>>>

Saat Hari Raya Kuningan, manusia diharapkan uning dan eling (tahu dan sadar) untuk tetap mengendalikan diri atau indirianya yang tidak pernah ada batas. 


Post a Comment

Previous Post Next Post