Panca Yadnya Sebagai Sarana Memperoleh Kesucian Lahir Dan Bathin

Panca Yadnya Sebagai Sarana Memperoleh Kesucian Lahir Dan Bathin



Kata Yadnya mungkin sudah terdengar sangat tidak asing lagi di masyarakat, tetapi masih banyak umat yang  memberikan makna yang sangat sempit terkait apa yang dimaksud dengan yadnya, bagi sebagaian masyarakat yadnya adalah suatu aktifitas pada suatu tempat yang selalu idntik dengan ada berbagai sesajen, asap dan dupa, bungan dan wangi-wangian yang semerbak, ada gambelan, pemangku dan sulinggih yang melaksanakan puja maupun atraksi-atraksi yang bersifat religius pandangan semacam itu memang tidak salah. namun apakah yadnya tersebut hanya dalam bentuk prosesi atau upacara saja ?  Dasar dari pelaksanaan sebuah yadnya dapat ditemukan dari berbagai sumber seperti kitab-kitab Brahmana, Purana,Sutra dll.

Kata yadnya sendiri bersal dari bahasa Sansekerta yang secara etimologi berasal dari akar kata Yaj yang artinya Korban, dengan demikian yadnya dapat diartikan sebagai pengorbanan secara tulus ikhlas. makna pengorbanan dalam konteks ini sangat luas tidak hanya pengorbanan dalam bentuk materi saja namun bisa juga dalam bentuk pikiran maupun tindakan. seperti yang dijelaskan dalam Kitab Bhagawadgita bab IV. Sloka 33 sebagai berikut :

sreyan dravya-mayad yajnaj, jnana-yajnah parantapa, sarvam karmakhilam partha, jnane parisampyate.

Artinya,

"Wahai penakluk musuh korban suci yang dilakukan dengan pengetahuan lebih baik daripada hanya mengorbankan harta benda dan material. wahai putra Partha, bagaimanapun, maka segala korban suci yang terdiri dar pekerjaan memuncak dalam pengetahuan rohani"

Setiap penyelenggaraan Yadnya dilakukan untuk tujuan tertentu dan untuk memperoleh suasana kesucian lahir dan batin. Karena itu, yajna merupakan jalan yang paling popular dan yang paling banyak dapat dilakukan oleh orang-orang awam dalam lingkungan masyarakat Hindu. Upacara di kalangan masyarakat Hindu dalam wujud yajna dibagi menjadi lima yang disebut Panca Yadnya , yaitu:

1. Dewa Yadnya

Dewa Yadnya yaitu: salah satu dari ajaran Tri Rna yang disebut Dewa Rna, artinya adalah hutang budhi kepada Ida Sang Hyang Widhi yang telah menciptakan dunia ini serta isinya sehingga manusia biasa hidup selayaknya. Melalui ajaran agama maka manusia bias dapat meningkatkan kesadaran dirinya untuk mengurangi sifat awidya (kegelapan pikiran) karena sastra agama adalah cermin dalam bertingkah laku. Dalam Bhagawad Gita bab III Sloka 12 adalah:

Istan bhogan hivodeva, Dasyante yajna-bhavitah,Tair dattan apradayaibhyo, Yo bhunkte stena eva sah.” 
Artinya:
 “Pemeliharaan dengan pengorbanan itu Dewa-dewa akan memberikan kesenangan yang engkau inginkan, orang yang mengecap kenikmatan pemberian ini dengan tidak membalas memberikan kepada mereka, adalah pencuri, dengan tidak melakukan Panca Yajna.”

2. Pitra Yadnya

Pitra Yadnya adalah suatu korban suci yang dilakukan oleh umat Hindu yang ditujukan ke hadapan pitra yang berarti bapak atau ibu leluhur yang terhormat dan sebagai pernyataan rasa terima kasih atas jasa-jasanya melahirkan, membesarkan dan memelihara kehidupan di dunia ini, sehingga menjadi orang yang dapat hidup mandiri. Terhadap leluhur yang telah meninggal dilakukan upacara penyucian roh seperti: Upacara Ngaben, adalah prosesi upacara pembakaran jenazah, Sebagaimana dalam konsep Hindu mengenai pembakaran jenazah, upacara ini sebagai upaya untuk mempercepat pengembalian unsur-unsur atau zat pembentuk dari raga (wadag) atau badan kasar manusia.

3. Rsi Yadnya

Rsi Yadnya adalah menghaturkan dunia kepada para Pandita yang telah memimpin upacara pada waktu melakukan Yadnya .

4. Bhuta Yadnya

Bhuta Yadnya adalah suatu persembahan atau tawur yang ditujukan kepada para Bhuta Kala yaitu suatu kekuatan negatif yang timbul sebagai akibat terjadinya hubungan yang tidak harmonis antara Bhuwana Agung (mokrokosmos) dengan Bhuwana Alit (mikrokosmos). Dalam Bhuta Yadnya ini tercakup pula pengertian berkorban untuk memelihara alam, tumbuh-tumbuhan dan binatang atau melestarikan lingkungan hidup.

5. Manusa Yadnya 

Manusa Yadnya adalah suatu korban suci yang ditujukan kepada manusia sebagai bentuk pemeliharaan, pendidikan serta pensucian secara spritual sejak terwujudnya jasmani di dalam kandungan sampai akhir hidup. Dan dalam terjemahan Agastya Parwa dapat juga dikatakan memberikan makanan kepada masyarakat. Dalam pengertiannya lebih luas adalah memberikan dana dunia untuk meringankan beban penderitaan orang lain sebagai bentuk perwujudan Yadnya yang dilandasi ajaran Tattwam Asi. Sementara, pelaksanaannya oleh masyarakat adalah melakukan upacara siklus hidup (Dharma Kahuripan). Yaitu upacara keagamaan dalam proses perkembangan dan peningkatan hidup secara fisik maupun mental.

Selain yajna sebagai dasar keimanan maupun ritus dalam pembentukan kepribadian manusia, yajna juga bisa membawa seorang penyembah lebih dekat kepada Tuhan, karena ia akan lebih memahami kekuatan Dewa yang dipujanya melalui pelaksanaan ritual harian. 

Dari lima Panca Yadnya upacara Kuningan termasuk golongan yang pertama yaitu persembahan kepada Dewa Yadnya . Upacara hari raya Kuningan selain sebagai wujud bentuk manifestasi keimanan dan ketaqwaan (sraddha dan dharma), juga merupakan perwujudan dari tiga kerangka dasar ajaran Hindu yang meliputi Tatwa, Susila dan Acara.


Sumber : Ida Pandita Mpu Wijayananda, Makna Filosofis Upacara dan Upakara (Surabaya: Paramita, 2004), h. 7. G. Putja MA. SH, Pengantar Agama Hindu II Sraddha ( Jakarta: Mayasari, 1984), h. 76. 

Post a Comment

Previous Post Next Post