Makna Upakara Sebagai Bentuk Ungkapan Syukur dan Tulus Ikhlas Umat Manusia

Upakara Sebagai Bentuk Ungkapan Syukur dan Tulus Ikhlas Umat Manusia

Hayy……. rekan-rekan aksara, berjumpa kembali di blog Membacaaksara. Pada kesempatan kali ini admin akan berbagi mengenai makna dari upacara keagamaan Hindu dengan sarana upakaranya yang berupa banten.

Dalam Kehidupan Agama Hindu Khususnya di Bali telah muncul keinginan Umatnya untuk meningkatkan cara – cara hidup beragama serta mendalami Ajaran – ajaran Agamanya yang menggunakan Pendekatan Rasionalis dan Filosofis guna menembus Kajian Sastra Agama yang terhimpun dalam berbagai Pustaka Lontar peninggalan Leluhur. Dalam Konteks ini betapa pentingnya bentuk – bentuk Upacara dan Upakara Agama untuk dapat dipahami arti, fungsi dan kegunaannya, guna menambah mantapnya Perasaaan di dalam melaksanakan Upacara itu sendiri.

Dokumentasi: Kadek Hariana

Khusus didalam upacara masih terdapat berbagai variasi, baik mengenai pengertianya, upakaranya maupun tata caranya. Adanya variasi itu memang bukan tanpa alasan karna agama hindu yang bersifat Fleksibel dan elastis dalam Arti dapat dilaksanakan menurut Desa Kala Patra atau Tempat Waktu dan Keadaan, Berlandaskan pada Catur Dresta serta dalam wujud Nista, Madya dan Utama yaitu Kecil, Sedang bahkan besar Upacara, namun adanya suatu pedoman yang dapat dijadikan pegangan adalah sangat perlu untuk mengindari terjadinya perbedaan – perbedaan yang mendasar.

Upacara yang berasal dari kata sansekerta, Upa dan Cara, Upa berarti Sekeliling atau menunjuk segala dan Cara berarti Gerak atau Aktifitas. Sehingga Upacara dapat diartikan dan dimaknai Gerakan Sekeliling Kehidupan Manusia dalam upaya menghun=bungkan diri dengan Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa. Aktifitas ini dilakukan berlandaskan Kitab Suci Weda dan Satra Agama Hindu.

Sarana Upacara adalah Upakara. Di Bali Upakara di Populerkan dengan Istilah Banten, yang dimana Banten artinya wali. Maka dari itu Upakara Dewa Yadnya sering disebut Puja Wali. Wali yang berarti wakil mengandung pengertian Simbolis dan Filosofis, bahwa banten itu merupakan Wakil dari pada isi Alam semesta yang ciptakan oleh Hyang Widhi / Tuhan Yang Maha Esa.

Banten memiliki banyak Jenis dan bentuknya serta bermacam – macam bahannya, banten kelihatannya unik dan rumit. Banten mengandung arti Simbolik dan Filosofis yang tinggi serta berpadu dengan Seni Rupa dan Seni Rias yang mengagumkan sebagai Ungkpan Rasa Syukur Umatnya Kepada Sang Pencipta. Faktor Seni dalam Banten mempunyai arti penting karena dapat menuntun Pikiran kearah keindahan menuju ketenangan Jiwa. Ketenangan Jiwa inilah faktor yang sangat penting untuk mencapai pemusatan pikiran dalam menuju Hyang Widhi, maka dari itu faktor Seni dalam Keagamaan adalah Positif karena berperan sebagai unsur penunjang pelaksanaan Upacara Agama.

Lontar Mpu Lutuk Aben memuat tentang materi banten yang digunakan dimana disebutkan dapat digolongkan menjadi tiga unsur sebagai dasar-dasar yang upakara  yaitu :

1. Mataya, adalah material atau bahan banten yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, yang pada umumnya baik yang telah diolah, maupun yang utuh, yang berasal dari daun, bunga dan buah.

2. Maharya, adalah bahan banten yang berasal dari yang lahir, digantikan oleh berbagai jenis binatang atau wawalungan.

3. Mantiga, adalah bahan atau material banten yang menatas dari telur.

Sebagai pelengkap dalam Upacara Banten juga disertai dengan Air, dan Api ( Dupa ).

Dalam Kitab Bhagawad Gita Bab IX, Sloka 26  yang sering disebutkan sebagai  The Most Confidential Knowledge, isinya sbb :

patram puspam phalam toyam
yo me bhaktya prayacchati
tad aham bhakty-upahrtam
asnami prayatatmanah

Terjemahannya kata demi kata :

(patram: daunpushpam: bungaphalam: buah, toyam: air,

yah: siapa yang saya, me : untuk sayabhaktyaa: dengan pengabdian,

prayacchati: persembahan, tat: ituaham: aku,

bhakty-upahritam: pemberian dalam pengabdian, asnami : menerima,

prayata-atmanah – seseorang yang penuh kesadaran).

 

Terjemahannya secara utuh maknanya :

 (Siapa saja  yang sujud kepada-Ku dengan persembahan

setangkai daun, sekuntum bunga, sebiji buah atau seteguk air,

Aku terima sebagai bakti persembahan dari orang yang tulus hati

 

Kesimpulan yang dapat kita tarik dari isi Bab 9, Ayat 26 Bhagawad Gita adalah :

Persembahan kepada Tuhan (Ishvara), tidaklah harus mahal dan mewah, tetapi cukup sesuatu yang dihasilkan   alam : apakah selembar daun, setangkai bunga, sebutir buah atau bahkan beberapa tetes air.

  1. Persembahan haruslah sadvika dan dipersembahkan dengan hati yang tulus.
  2. Daging, ikan dan telur tidak boleh dipersembahkan kepada Krishna.
  3. Sayuran, biji-bijian, buah-buahan, susu dan air adalah makanan yang tepat untuk manusia.

Demikian yang penulis dapat bagikan semoga bermanfaat bagi kita semua.

Apabila ada masukan dan saran bisa ditambahkan dikolom komentar

terimakasih

Post a Comment

Previous Post Next Post