Hari Raya Nyepi sebagai Media Pengendalian Diri
Hari Raya Nyepi sebentar lagi akan dirayakan umat Hindu di Indonesia khususnya Bali yang jatuh pada hari Kamis tanggal 3 Maret 2022, Tahun Baru umat Hindu ini selalu menjadi perayaan sakral yang ditunggu-tunggu. Dimulai dari parade ogoh-ogoh, hingga kesunyian total keesokan harinya, Nyepi juga berhasil memikat wisatawan untuk ikut merasakan suasana heningnya.
Sejarah Hari Raya Nyepi di Bali, berawal dari India. Yang mana saat itu pertikaian antar suku bangsa di India sangat sering terjadi, pertikaian terjadi antara suku Saka, Yueh Chi, Pahiava, Malaya dan Yavana, dari pertikaian tersebut mereka sewaktu-waktu menang dan kalah silih berganti, suasana peperangan serta perebutan kekuasaan membuat kehidupan sosial dan beragama di masyarakat tidak pernah tenang. Gesekan-gesekan juga sering terjadi karena kepengikutan umat terhadap kelompok mereka masing-masing serta pemahaman serta tafsir yang berbeda tentang ajaran agama yang mereka yakini.
Dari pertikaian panjang tersebut akhirnya suku Saka menjadi pemenang, kemenangan dibawah pimpinan Raja Kaniskha I dari dinasti Kushana dan suku bangsa Yuehch, ini menjadi sejarah besar di India, Raja Kaniskha I mampu merangkul suku-suku bangsa India, raja tidak menghancurkan suku bangsa lain yang beda paham, tetapi merangkul semua suku sehingga menjadi kebudayaan kerajaan yang besar. Untuk itulah pada bulan Maret tahun 78 Masehi, Raja Kaniskha I menetapkan sistem Kalender Saka sebagai kalender kerajaan, semenjak itulah toleransi antar suku bangkit tidak ada lagi pertikaian, masyarakat bersatu padu membangun dan sejak itu pula sejarah mencatat, sistem kalender Saka berkembang dengan sangat baik mengikuti penyebaran agama Hindu, termasuk agama Hindu di Bali.
Lalu bagaimana sejarah dan apa hubungannya dengan perayaan Hari Raya Nyepi di Bali? Peringatan Tahun Saka ini bermakna pembaharuan, kebangkitan dan kebersamaan untuk persatuan dan kesatuan, menjadi hari kedamaian dan kerukunan, keberhasilan tersebut lalu disebarluaskan ke seluruh daratan India termasuk Indonesia yaitu Bali. Tahun Saka adalah salah satu kalender umat Hindu India juga bagi umat Hindu di Bali yang jumlah bulan (sasih) sebanyak 12 bulan sama seperti kalender Masehi, dan uniknya perayaan tahun Baru di Bulan 10 (kedasa) diperingati dengan hari raya Nyepi yang dimulai dilaksanakan pada puncak bulan mati (tilem) pada bulan Kesanga (ke-9).
Adapun sejarah tahun Saka di Bali berawal dari perjalanan seorang pendeta Kshatrapa Gujarat (India) dari suku bangsa Saka, kemudian diberi gelar Aji Saka, perjalanan Aji Saka dan sejumlah abdinya yang sampai pertama kali di pulau Jawa yaitu di desa Waru, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah pada tahun 456 Masehi. Aji Saka datang ke pulau Jawa untuk mengenalkan dan mensosialisasikan kalender Saka serta peringatan pergantian tahun Saka yang dikenal oleh Umat Hindu dengan perayaan Hari Raya Nyepi. Dari sinilah sejarah perayaan hari Raya Nyepi oleh umat Hindu di bumi Nusantara terutamanya Bali sekarang ini.
Sejarah tahun Saka di bumi Nusantara, berkembang dengan baik juga pada jaman kerajaan Majapahit. Pergantian tahun Saka yaitu pada sasih Kesanga (ke-9) jatuh pada bulan Maret-April bulan Masehi. Perayaan tersebut tertuang dalam Kekawin Negara Kertagama yang disusun oleh Mpu Prapanca. Sedangkan perayaan Tahun Saka yaitu pada perayaan Nyepi berdasarkan lontar Sanghyang Aji Swamandala dan Sundarigama.
Nyepi Dimasa Pandemi
Tahun ini Nyepi memiliki cita rasa berbeda karena nyepi kali ini dilaksanakan saat pandemi Covid-19. Nyepi kali ini semakin diperketat dengan berbagai aturan untuk menghindari kerumunan guna mencegah penyebaran Covid-19. Pada surat edaran tersebut, diputuskan dan ditegaskan bahwa Nyepi dilaksanakan tanpa adanya pengarakan ogoh-ogoh, uapacara Melasti yang biasanya ke pantai cukup hanya dilingkungan desa saja. Memang, beberapa larangan sudah pernah dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya, seperti penyiaran radio dan televisi dimatikan. Kini, ada beberapa penambahan larangan seperti mematikan sementara provider internet, penawaran paket hiburan, serta menyalakan petasan atau pengeras suara.
Berbagai tanggapan dari masyarakat pun mulai bermunculan. Mereka sebagian besar menyoroti, mengapa internet ikut diputus walaupun hanya paket data internet saja?
Esensi dasar dari Nyepi sesungguhnya adalah pengendalian diri. Jika dilihat dari filosofinya, Nyepi memberikan kita kesempatan untuk satu hari saja terlepas dari hiruk pikuk keduniawian. Meredamkan amarah, hawa nafsu, serta emosi yang ada pada jiwa dan perayaan nyepi tahun ini diharapkan bisa memutus rantai penyebaran Covid-19
Di tengah, pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hari raya Nyepi menjadi momentum bagi umat Hindu untuk menghayati dan perenungan secara mendalam. "Pandemi COVID-19 telah banyak merubah kehidupan manusia, dalam kondisi ini memberi kita penyadaran dan bagaimanapun kehidupan tak bisa lepas dari penderitaan,"
Sejatinya, hari raya Nyepi juga dikenal sebagai tahun baru Hindu. Sebagai momentum perubahan kearah yang lebih baik."Dalam melaksanakan hari raya Nyepi ini, umat akan melaksanakan brata penyepian mulai dari Amati geni (tidak boleh menghidupkan api), amati karya (tidak boleh bekerja), amati lelanguan (tidak boleh bersenang-senang), amati lelungaan (tidak boleh bepergian).
1.Amati Geni: berpantang menyalakan api, lampu atau alat elektronik
2.Amati Karya: menghentikan kerja atau aktivitas fisik untuk belajar dan refleksi diri atas hidup yang dijalani
3.Amati Lelanguan: berpantang menghibur diri atau melakukan kesenangan.
4.Amati Lelungaan: dilarang bepergian.
Selain itu, jika mampu, umat Hindu juga wajib melakukan beberapa ha, antara lain:
- tapa (latihan ketahanan menderita),
- brata (pengekangan hawa nafsu),
- yoga (menghubungkan jiwa dengan Tuhan), dan
- samadi (mendekatkan diri kepada Tuhan yang tujuan akhirnya adalah kesucian lahir batin).
Hal tersebut dilakukan untuk mengoreksi diri, melepaskan sesuatu yang tidak baik dan memulai hidup suci, hening, menuju jalan yang benar di tahun yang baru.
Post a Comment