Tari Sakral, Keagamaan Sebagai Warisan Leluhur

Mengenal Tari Keagamaan

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskṛta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (akal atau budi). Budaya merupakan hasil cipta, rasa, dan karya dari akal manusia yang diwujudkan dalam kehidupan sehari- hari. Budaya memiliki beberapa unsur yakni, bahasa, pengetahuan, sosial, ekonomi, teknologi, religi, dan kesenian. Salah satu yang akan kita bahas adalah tentang kesenian, khususnya seni tari.

Setiap daerah memiliki tarian khas yang menjadi kekuatan pemersatu antara anggota masyarakat. Agama Hindu adalah agama yang sangat menghargai budaya setempat. Agama Hindu selalu memberikan warna pada tari-tarian daerah masing-masing di mana agama Hindu berkembang. Setiap budaya yang mengandung nilai-nilai agama Hindu tetap memberikan kehangatan dan kenyamanan bagi pelakunya. Dengan demikian, budaya tersebut tetap mengakar kuat di masyarakat dan terus berkembang hingga sekarang.

Tari-tari yang diberikan napas Hindu disebut tari keagamaan. Tari keagamaan adalah tarian yang digunakan untuk memuja keagungan Sang Hyang Widhi. Tarian bukan hanya sekadar untuk menunjukkan keindahan dan kreasi, tetapi dapat juga dijadikan alat pemujaan bagi Sang Hyang Widhi. Tari keagamaan dipentaskan untuk melengkapi proses persembahyangan dalam agama Hindu, (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 108).

Gambar-gambar tari di atas adalah sebagian dari tari keagamaan Hindu. Tari keagamaan dilakukan sebagai simbol rasa bhakti kepada Sang Hyang Widhi. Hindu memiliki banyak kebudayaan, terutama dalam pelaksanaan seni keagamaan. Baik itu seni tari, seni musik, dan seni suara. Namun dari banyaknya kebudayaan tersebut, Hindu tetap satu adanya, (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 109).

Jenis-Jenis Tari Keagaman

Negara Indonesia memiliki beragam kebudayaan dari Sabang sampai Merauke. Berbagai jenis tari diciptakan oleh para seniman. Oleh karena itu, Indonesia kaya akan budaya.

Mari kita mengenal jenis-jenis tari keagamaan dari berbagai daerah. 

1. Tari Kecak

Tari Kecak adalah tarian yang menggunakan keserasian suara dari penarinya. Keserasian suaranya menghasilkan irama-irama yang dapat menumbuhkan kereligiusan. Tari Kecak dalam pementasannya menceritakan cerita Rāmāyaṇa. Cerita yang mengisahkan  tentang bala tentara kera yang dipimpin Hanuman dan Sugriwa menghadapi Rahwana, raja raksasa. Cerita tari Kecak juga bisa mengambil dari epos-epos Hindu lainnya, (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 110).

Tari Kecak

2. Tari Pendet 

Tari Pendet melambangkan penyambutan atas turunnya Devata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi “ucapan selamat datang”, meski tetap mengandung makna yang sakral-religius.



Tari Pendet 

3. Tari Serimpi

Tari Serimpi berasal dari Jawa Tengah, sebuah tarian keraton dengan suasana lembut, agung, dan menawan.

Tari Serimpi

4. Tari Jangget 

Tari Jangget berasal dari Lampung. Tari Jangget adalah tarian untuk upacara-upacara peradatan. Tarian ini melambangkan keluhuran budi dan susila rakyat Lampung, (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 112).

Tari Jangget

5. Tari Piring 

Tari Piring berasal dari Sumatra Barat. Tari Piring adalah tari tradisional yang melambangkan suasana gotong royong rakyat dalam menunaikan tugas. Siang hari mengerjakan sawah ladang dan malam harinya bersuka ria bersama-sama.

Tari Piring

6. Tari Gandrung

Tari Gandrung berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur. Tari Gandrung adalah tarian yang mengisahkan tentang terpesonanya masyarakat Blambangan kepada Devi Padi atau Devi Sri yang membawa kesejahteraan bagi rakyat. Tari Gandrung dipentaskan sebagai ucapan syukur masyarakat setelah panen. Tari Gandrung dibawakan dengan iringan instrumen tradisional khas Jawa dan Bali, (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 113).

Tari Gandrung

7. Tari Bedhaya Semang 

Tari Bedhaya Semang berasal dari Yogyakarta. Tari  Bedhaya Semang merupakan tarian sakral yang ditarikan di Keraton Yogyakarta. Tari Bedhaya Semang dipentaskan pada saat pelaksanaan ritual penting di dalam kerajaan, (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 114).


8. Tari Tor-Tor 

Tari Tor-Tor adalah tari yang berasal dari Mandailing, Sumatera Utara. Kata “Tor-Tor” berasal dari suara hentakan kaki penari Tor-Tor  di atas papan rumah adat Batak. Para penari Tor-Tor bergerak dengan iringan gendang yang berirama menghentak. Tujuan tari Tor-Tor itu sendiri untuk upacara kematian, panen, penyembuhan, dan pesta muda-mudi, (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 115).



Tari Tor-Tor

9. Tari Gantar 

Tari Gantar berasal dari Suku Dayak (Kalimantan). Tari Gantar dikenal sebagai tarian pergaulan antara muda-mudi. Tari Gantar juga digunakan untuk menyambut tamu yang datang. Tari Gantar melukiskan kegembiraan dalam menanam padi. Tari-tari di atas merupakan tari keagamaan yang hanya dipentaskan pada waktu-waktu tertentu. Tari- tari di atas memiliki nilai yang sangat religius atau sangat sakral. Setiap tari keagamaan yang dipentaskan dalam sebuah upacara memiliki tujuan dan fungsinya masing-masing, (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 116).

Tari Gantar

Referensi:

Susila, Komang dan Sri Mulia Dewi, I Gusti Ayu. 2015. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti  (kelas 3) / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015.

Sumber: Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas III

Post a Comment

Previous Post Next Post